Thursday 18 October 2012

FCT day #3 : Mabuk


Akhir-akhir ini yang menemaniku tiap malam untuk membuatku terjaga bukan lagi adukan tiga sendok kopi dan sesendok gula tanpa krimer dalam air mendidih. Melainkan sebuah percakapan dengannya.  Seperti manusia membutuhkan oksigen dalam napasnya, aku membutuhkan percakapan rutin seperti ini tiap malam.

Secara tak langsung, dengan tidak sadar, ia membayarku dengan sebotol anggur asalkan aku mau mendengarkannya saja sepanjang ia berbicara. Ia selalu cakap tentang perempuannya. Perempuan yang selalu menawan, membangkitkan nyawa, adrenalin utamanya dalam setiap pagi, nina bobo paling tenang yang pernah ia dapatkan dan segala macam pencitraan indah. Dan aku selalu meminum seperempat teguk anggur setiap malam ketika mendengarkannya bercerita. Aku sudah mabuk dengan seperempat teguk, karena tiga perempat sisanya adalah ia.

Sehari sekali efek mabuk seperempat teguk anggur itu berkurang. Sebelum hilang, aku selalu meneguknya lagi. Setiap hari aku mabuk bersamaan dengan cerita-ceritanya yang mengalir di rongga telinga. Ia bercerita sesukanya dan aku mabuk sesukaku. 

Kemudian suatu hari ketika ia menanyakan bagaimana mendapatkan perempuan itu, aku hanya diam dan meneguk setengah gelas anggur. Aku bukan penasihat. Aku hanya pendengar dan pemabuk. Aku bisa apa? 
Ia memutuskan untuk pergi, mengejar perempuan itu sendiri. Dan aku minum anggur hingga menyisakan setengah botol untuk mempertahankan mabukku selama mungkin.

**

Aku duduk. Tak lagi minum anggur, karena anggur hendaknya diminum ketika mendengarkannya bercerita. Didepanku duduk setengah botol anggur yang tersisa untuknya, kalau sewaktu-waktu ia butuh mabuk.

Ketika kadar mabuk anggur terakhir yang kuteguk sudah nyaris hilang, ia datang dengan sempoyongan. Katanya sambil tertawa-tawa, ia menyerah. Benar-benar menyerah. Aku tersenyum menjadi pendengar, kemudian memberikan setengah gelas sisa anggur milikku. Ia meminum habis anggur yang sudah lama menua seteguk demi seteguk. Tergesa. Tentu saja ia bisa lebih mabuk.

Setelah ceritaku selesai, bersamaan dengan tegukan anggurnya yang habis, aku berdiri, berbalik membelakanginya. Ia bertanya, "Hendak kemana?"

Anggurnya habis. Aku boleh berbicara. Tanpa menoleh aku menjawab, "Pergi."

"Aku mabuk kepadamu". Apa kubilang, ia lebih mabuk.

Aku tertawa, aku sudah selesai untuk mabuk. 

No comments:

Post a Comment