Monday 31 January 2011

The man behind this project

Seharusnya ngga sekarang gue ngebocorin rahasia ini. It’s not just a little secret. Tapi juga bukan big secret. Just special secret.

He’s not my boyfie. Just friend. Yeah, friend *sighing*. But I lo*e him. Not too much.
Intinya, dia sangat berpengaruh dalam project saya ini.
Dia tidak memberi aba-aba layaknya aku ini bawahannya.
Justru yang dia lakukan ketika memberikan idenya adalah dengan berkata-kata :
“gimana kalo blahh.. blahh.. blahh..”
Dia itu mengusulkan. Tidak bermaksud merusak chemistry di tulisan saya. Great.
Tidak berkata-kata “you can did it” ketika aku mulai malas menatap layar laptop.
Dia malah berkata “look at you clock. what time is it? It’s time to go to bed, hug your silly pillow, and smell it”. Haha
Dia tidak pernah sok tahu dengan karakter yang aku buat. Karena dia tahu aku harus berbuat apa.
Dia selalu bertanya apakah aku sudah melakukan “re-read?”. Bukan “print it, give it to me”.
Ketika di telepon, yang ia tanyakan bukan perkembangan project saya. Justru yang ia tanyakan adalah “how’s today? Are they give you an idea, or big idea?”
Dan lucunya, ketika aku mencerikatakan karakter dalam tokoh novelku adalah menjiplak dari sifat salah seorang temanku dan persis, dia malah tertawa. Dia setuju! Kalau saja dia disini, pasti jempolnya menutupi pandanganku.
Ketika saya jatuh dan benar-benar jatuh, tahukah kau apa yang dia bisikkan dalam telepon? “close your eyes, bayangkan jingga di senja yang mulai padam beralih menjadi pekat malam dengan gemintang nan anggun”. And I did it, and got it.
Atau terkadang, dia selalu mengingatkan saya menatap langit pada hari itu, agar saya tidak bisa membenci langit meskipun ia mendung, dan itulah yang membuat saya mendapatka ide!
Ah, aku juga ingat, dia merasa keren ketika berdehem.
Aku? Aku merasa keren ketika aku menyibakkan rambutku, dan menutup mulut.

Ah ya, once again, namanya aku cantumkan di salah satu tokoh di(calon)novelku. Sedikit aku hilangkan hurufnya. 2 huruf. Huruf yang sama.
Thanks, Go haha. (his name isn’t Go. Juga bukan Dul haha)

Ps : otp w/ him <3. Oh, he’s laughing when I read it.
30012011, 11:11 pm

sebuah hal

Hujan.
Setiap kali langit sedang bimbang atas segalanya, aku selalu berharap hujan datang.
Karena disetiap tetesnya, tak ada yang lebih detil selain menangkap sisa-sisa rerintikan yang selalu sama. Yak, selalu sama.
Ia juga selalu mampu mengalihkan emosi. Tanpa didengar, tanpa tercium.
Terkadang, hujan juga bisa mengembalikan sebutir memoar tentang dirinya. Lelaki itu.
Katanya, tak ada yang lebih indah selain menikmati lelaki itu melewati tirai hati.
Menikmati.
Lebih baik bisu sama sekali daripada merasakan getaran lain ketika hujan. Katakan saja lumpuh.
Karena hujan adalah nyanyian syahdu yang baru saja hadir ketika kau tidak menginginkannya.
Kilat selalu saja malu tentang nyanyian petir. Padahal, mereka hanya berjarak waktu.
Sebuah kecepatan.
Fisika : kecepatan cahaya lebih besar dari pada kecepatan suara. Setidaknya seperti itu.
Ini mengapa kita mengenal kilat sebelum petir.
Dan baru saja aku tahu : ini mengapa hujan selalu membisikkan kata cinta darinya,sebelum aku menelusuri aroma wajahnya, karena hujan takut terlambat.

Aku tidak mengerti apa arti hujan sebenarnya.
Melebihi proses evaporasi-dan sebagainya kah?
Aku pikir tidak.
Hujan mengajarkanku bagaimana ia lebih rumit ketimbang rasanya.
Ia juga melebihi embun pagi yang tidak pernah bosan membasahi dedaunan yang terkadang bisa saja layu karenanya.
Ia juga mampu mengungkap kebahagiaan melalui tetesannya yang memijat kelopak mata.
Membuatku tertawa, meskipun kawan mencecap, membencinya.
Atau aku juga bisa membenci kelabunya langit, dan ketakutan kawanku bersandar.

Hujan itu bukan tentang kebencian.
Yang bisa merusak tetumbuhan, membuatnya semakin cepat menua.
Bukan tentang keluhan, atau cecapan keletihan yang masih belum bisa bersandar pada tiang kemarau.
Hujan bukan tentang kepergiannya.
Bukan aransemen ulang sebuah tangisan yang malu.

Hujan itu tentang cinta
Bagaimana kita merasakan, bagaimana kita membencinya.
Atau, bagaimana tiba-tiba kesedihan itu terkuak.
Hujan juga tentang dia, tentang segala atmosfer kenikmatan yang tidak pernah bisa berdusta lewat kerlingan matanya, tentang segaris senyum, dan keluhan tentang waktu.


Senja.
Senja itu tentang waktu.
Bagaimana matahari lelah, kemudian bersandar di sang ufuk barat.
Bagaimana gemintang itu berdansa, menampilkan tariannya yang selalu indah.
Bagaimana bulan yang malu atas rupanya yang padahal tidak pernah digubris manusia.
Senja berbicara tentang dihinggapi jingga.
Bukan tentang pujangga kesepian yang meraut asa diiringi nyanyian pena.
Atau gadis galau yang melangkahkan kakinya ke jurang dangkal.

Senja itu sederhana.
Tak berniat menciptakan ketakutan.
Ia tak pernah sengaja menjadikan dirinya tempat keletihan berlabuh.


Imajiku, datanglah padaku.
Injak semua kegetiran melewati batas.
Tunjukkan padaku pelangi satu warna.
Tunjukkan padaku kerlingan itu, kerlingan yang nyaris saja membuatku berkata tidak.
Tunjukkan padaku satu hal yang tidak pernah kuceritakan.

Agar aku dapat mengiyakan ajakanmu mencinta.

ps : dapet ide pas aku lari. that's why i love rain (?)