Monday 10 August 2015

I Tell You Something

Memang sengaja sok sokan misterius. Potongan dari cerita saya kelak. Saya gak mau cerita dulu hendak jadi apa cerita saya kelak. Kebiasaan, kalau pamer duluan, takutnya malah gak jadi. Keasyikan pamer soalnya.

Sebut saja ini mimpi yang tertunda. Bukan, bukan yang tertunda. Yang ditunda-tunda. Hehe. Mohon doanya saja untuk menghabisi cerita ini. Karena saya hendak bersudah dengan seorang yang akan menjadi tokoh di dalam cerita ini.

Characters
// Naima A. Ananda
// Jagad Satrya Dewanggana
// Galang Adyatarna
// Sekar Laksmi Kencana

Wednesday 5 August 2015

Tentang Mimpi

Saya pernah bercerita tentang mimpi saya. Barangkali kalian telah lupa. Maka, saya ingatkan kembali. Bukan bermaksud pamer, Hanya ingin mengajak kalian untuk bermimpi kembali.

Mimpi saya kali ini tentang menari. Menari. Bukan menjadi penari. Apalagi yang pro. Jauh dari itu. Sesederhananya, saya pingin belajar menari. Apalagi yang tradisional. Saya pernah menceritakannya disini.

Ceritanya, Mei lalu, saya diberi tawaran untuk menjadi salah satu peserta Festival Tari Yosakoi 2015 yang terhimpun dalam sebuah tim dari sebuah sanggar milik kawan mengajar ibuku. Saya tentu saja mengiyakan. Sebetulnya, saya sudah menjadi salah satu partisipan juga di tim dari ITS Surabaya. Tetapi karena alasan tidak cocok latihan disana, saya memutuskan untuk berhenti berlatih disana. Tak lama setelah keputusan itu saya ambil, tawaran itu datang.

Sebelum puasa, saya hanya berlatih selama 2-3 kali. Padahal, latihan yang diadakan harusnya sudah sampai 4-5 kali. Selama puasa pun, latihan terhenti. Tentu saja saya sudah melewatkan banyak gerakan.

Sekitar tanggal 22-24 Agustus, saya mendapat kabar bahwasanya Festival diadakan pada tanggal 2 Agustus, dan saya diminta latihan selama seminggu yaitu tanggal 27 Juli sampai 1 Agustus setiap selesai maghrib. Tantangan yang cukup luar biasa.

Terakhir menari sekitar awal Mei 2013. Hampir 2 tahun tidak menari. Takut saja badan ini kaku kaku. Meski selama 2 tahun tersebut saya tak berhenti melatih tubuh saya untuk bergerak dengan ritme randomly.

Akhirnya, dengan banyak halangan dari mulai kekurangan orang karena kawan saya yang semula memutuskan ikut lantas mundur di tengah jalan sampai telat registrasi ulang ketika Gladi Resik, kami pun nekat untuk tampil di festival tersebut. Ya, berbekal nekat dan tak matang hapal gerakan.

Megang naruko kayak yang gak mau dilepas.
Apalagi kamu, Mas.
Hasilnya? Kami pulang gak bawa apa-apa. Cuma tertawa saja karena sudah siap. Tapi saya mendapatkan benda ini :


Target saya. Kesampaian. Cuma 3 medali yang diberikan kepada 3 peserta terbaik di masing-masing tim. Katanya, katanya saya yang paling girang, bahagia, dan gak peduli gerakan salah. Padahal, aslinya kalo gerakan salah itu parah banget penampilannya.

And, guess what?
Saya ditawari nari di sanggar.


Tuesday 28 July 2015

Aren

Aren. Begitu yang kudengar dari mulutnya ketika pertemuan pertama kami di sebuah bukit kecil di belakang gedung besar. Dia lelaki paling pendiam dan paling menyenangkan yang pernah kutemui. Oh-aku belum pernah bertemu dan berkenalan dengan lelaki sebelumnya. Pantas saja.

Di atas bukit yang sama, kami sering duduk bersama, menghabiskan hari dengan cerita-cerita. Cerita-ceritaku. Ia hanya diam, menggumam, dan menggambar. Selesai pertemuan, ia selalu memberikan kertas gambarnya kepadaku. Sebagai dokumentasi atas ceritaku, katanya. Agar aku tak mengulang cerita yang sama pada hari-hari setelahnya.

Tak jarang, kami hanya berdiam. Duduk berdua. Tidak memikirkan apa-apa. Lalu selesai begitu saja.

Kalau ia tak sedang membawa buku gambarnya, yang ia lakukan hanya mengamatiku bertingkah dan mengangguk. Tanpa bersuara. Barangkali cuma menggumam. Tak pernah bertanya bahkan membantah tak setuju.


Aku tak pernah bertemu lelaki seperti dia. Aku memang tak pernah bertemu dengannya.

-- rahamnita, 2015