Saturday 10 November 2012

FCT day #26 : Bilangan Rindu

Suatu saat nanti, dunia akan tahu kalau aku memang mencintaimu, juga alasan mengapa aku tak bisa menikahi denganmu di hadapan penghulu dan bapakku.

Karena kau hanya satu. Meski kau bukan Tuhan, kau hanya satu. Selalu memilikiku dan selalu menjadi milikku. Suamiku nanti akan tahu, namun aku yakin ia tak layak untuk cemburu.

Karena memang kau aku satu, suamiku tak bisa menikahiku tanpa kau. Tenang, kita satu. Akan selalu satu. Bahkan dunia pun, akan setuju. Itulah bialngan rindu. Satu.

Friday 9 November 2012

FCT day #25 : Jual Diri


Kau kembali lagi setelah patah hati. Tidak membawa madu di tangan kirimu seperti biasa, sih. Atau harapan yang mudah diumbar dihadapan hari-hariku. Kau kembali. Iya, kembali saja. Tanpa basa-basi apalagi permisi. Lewat begitu saja, tanpa memberi tawaran untuk berhenti singgah di tatapanku barang sedetik.

Enak jadi lelaki. Patah hati, cari perempuan lagi. Perempuan? Patah hati, cari lelaki, dibilang jual diri. Dan dasarnya, lelaki adalah tukang beli. Dunia memang adil.

Aku tak jual diri. Jual, tapi nanti. Sekarang kukenalkan kau kepada teori jual diri. Seperti yang kukatakan tadi, semua perempuan itu jual diri. Hanya bagaimana pintar-pintar perempuan tidak menyebutkan uang dalam transaksinya.

Kawanku yang pertama menjual dirinya seharga kenangan yang tertangkap dalam kamera kekasihnya. Semua mantan kekasihnya punya kamera. Kalau gambar yang tersimpan di memori kamera tidak terjual barang jadi model kalender, ia akan putus, cari lelaki lain yang bisa menjual gambarnya ke tukang cetak kalender.

Kawanku yang kedua menjual dirinya seharga wine. Ia ikuti semua kegiatan kekasihnya, hingga pada akhirnya ketika kekasihnya sedang lelah dan kedinginan, mereka main ke bar. Mereka membeli sebotol wine terbaik. Lebih tepatnya, kekasihnyalah yang membelikannya wine yang tak pernah ia mampu beli.

Kawanku yang ketiga mengharigai dirinya seharga 50ribu tiap pertemuan. Mirip les-lesan. Ia kuras seluruh pengetahuan kekasihnya lewat pengetahuan yang tidak pernah ia ketahui. Hasilnya, ia melamar di sebuah agensi bimbingan belajar, dan membagikan ilmu ayng susah ia kuras dari kekasihnya.

Kawanku yang keempat menjual dirinya seharga gaun di etalase butik, atau seharga pakaian-pakaian itu. Kalian tahu sendiri. Kata orang, kawanku yang ini matre. Padahal tidak ada yang tahu kalau ia sedang menjual dirinya sendiri.

Banyak dari mereka tidak konsisten terhadap apa yang membeli mereka. Ini menyebabkan pembeli terakhirnya sedikit tidak yakin karena takut cara membelinya salah. Untunglah aku belum terjual. Nanti yang mau membeliku, langsung menemui ayahku ya.

Thursday 8 November 2012

FCT day #24 : Pencuri Tulang


Kepada kau yang sedang terlentang dihadapanku, perawan kesepian, aku meminta izin untuk mencuri bagian tulangmu. Tenang saja, bukan untuk kujual kepada mereka yang membutuhkan. Aku yang menikmatinya sendiri. Kau hanya perlu tenang di alam sana. 

Tulang rusukmu ini berharga, asal kau tahu. Berikan kepada saudaramu yang belum menikah secara cuma-cuma. Ia akan senang. Bukan kau bawa mati seperti ini. Kalau begini kan jadi aku yang punya tulang rusukmu? Kau ikhlas? Kau ikhlas lelaki jodohmu jatuh ke tanganku karena dikira aku ini tulang rusuknya? 

Hei, jangan diam saja. Ah, kuanggap itu caramu mengangguk.

*

Aku menikah dengan jodoh perawan kesepian yang kemarin sudah kucuri tulangnya. Tepatnya, tulang rusuknya. Kumakan mentah-mentah agar jodohnya segera datang menjempunku untuk dinikahi.

Namun sayang, setelah rusuknya menjadi tinja, suamiku minta cerai, dan minta menikah dengan tinjaku yang tadi. Ia bahkan barusan tahu kalau wanita yang semalam dinikahinya bukanlah jodohnya yang selama ini dia cari. Menurut suamiku, jodohnya adalah tinjaku. Karna tak mau dimadu dengan tinja, aku biarkan ia menceraikanku.

Itu tiada mengapa. Aku bisa curi lagi tulang rusuk perawan kesepian yang mati muda, kemudian aku menikah lagi dengan lelaki yang menjadi jodohnya. Nanti aku akan selamanya menikah.

Wednesday 7 November 2012

FCT day #23 : Kopi Ketiga



Udah 2 kopi, tapi masih pengen lagi. Anehnya kenapa malah ngantuk ya.. 
Malam larut diantara sesak-sesak dingin, dan mengapa ampas kopi tak juga bisa larut dengan air mendidih sekalipun? Apa karena ampas kopi paling nikmat disantap sendirian basah-basah setelah kopinya habis? Apa karena ampas kopi memang memilih kehendaknya sendiri untuk dinikmati sendiri tanpa ada rasa pemanis?

Kopi pertama kuminum pagi tadi setelah malamnya aku patah hati. Agar tak mata saja yang terbelalak, begitu juga hati. Ia harus terbuka lagi, meski aku masih belum tahu siapa nanti yang mengisi. Pokoknya, kemarin malam patah hati. Dengan dia, mau siapa lagi?

Kopi kedua kuseduh malam ini. Rasa pahitnya sama, karena aku masih kecewa. Kuteguk habis karena mataku segera ingin tak mengantuk. Panas memang, lidahku sampai nyaris melepuh. Yang penting malam ini aku tidak mungkin menemuimu.

Kopi kedua bertahan 2 jam. Aku menyeduh kopi ketiga, dan mataku tiba-tiba enggan terjaga. Kopi ketigaku dua porsi kopi dalam satu gelas tanpa gula atau krimer. Kubiarkan pahit, kubiarkan ampasnya teraduk jadi satu, agar aku terus-terusan terjaga. Aku tak pernah peduli berapa kofein yang kuteguk. Yang kutahu, aku butuh itu, dan aku tidak bisa berhenti untuk tidak meneguknya. 

Kalau malam ini harus menghabiskan stok kopi di dapur untuk bisa membuatku terus terjaga agar tidak bisa bertemu denganmu, aku akan melakukannya. Aku malas bertemu kamu, yang jelas-jelas selalu semu. Aku malas bertemu kamu, yang hanya berani datang dalam hidupku sebagai tamu. Aku malas bertemu kamu, orang yang tak pernah membuatku jemu.

Atau aku harus menunggu kamu menjelma menjadi makhluk yang nyata? Janjimu yang membuatku kecewa kemarin malam begitu, kan? Kau bilang akan datang membawakan nyata, tapi apa?

Tuesday 6 November 2012

FCT day #22 : Saksi Bisu


Tidak kuat dengan hal-hal yang mendobrakku dari luar telinga, kukalungkan tampar yang melilit ayunan di leherku. Tak lama kemudian, aku tercekik, seperti ada yang ingin membunuhku selain tampar, dan tahu-tahu saja sudah mati. 

Polisi datang menyelidiki. Aku terkikik. Sudah seminggu ini mereka tak temukan alasan mengapa aku mati. Seluruh kerabat dihubunginya. Mereka hanya mengerutkan kening, dan bertanya, "Dia mati?". Tak percaya, seolah-olah aku ini makhluk abadi yang tak bisa mati.

Sahabatku juga begitu. Dimintai keterangan, ia malah diam menunduk terang-terangan. Aku tartawa. Jelas, dia tidak tahu apa-apa mengenaiku. Berkenalan saja tidak pernah. Ia hanya mengaku sebagai sahabat, agar mau mencuri namaku yang sedikit hebat.

Malam ini aku coba masuk ke mimpi salah satu polisi. Kuperintahkan kepadanya untuk menyelidiki kamarku. Dia mengelak meremehkan. Itu terserah dia, namun aku pasang taruhan, kalau ia akan menemukan apa yang dia cari selama ini yang berkaitan tentang mayatku.

Esoknya, polisi yang itu datang ke kamarku. Matanya terbelalak. Rumahku banyak orang berpesta, sedang kamarku sendiri yang bertebaran tisu bekas menangis dan membuang ingus. Aku tergeletak segar di ranjangku.

Pelan-pelan, cermin-cermin bercerita. Kemudian peniti-peniti yang berserakan di bawah tempat tidurku. Debu-debu. Lemari. Pena. Semua. Semua bercerita, menangis dan membuang ingus dengan tisu. Polisi itu mendengarkan lekat-lekat. Air mukanya mengerti. Iya, ruang inilah hidupku. Terkunci. Namun, aku belum puas kalau sekedar polisi itu tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Polisi itu duduk di samping ranjangku, disamping mayatku. Ia melepas topinya. Ah, tampan. Menunduk sebentar, dan kulihat dia berdoa. Sedikit lama sampai aku nyaris tertidur. Aku tak peduli apa yang ia obrolkan dengan Tuhannya. Yang penting aku kaget ketika ia mencium bibirku dan berbisik, "Selamat tidur, aku mau menyusulmu. Maaf sudah membunuhmu. Tak ada yang tahu kalau saksimu hanya bisa manangis dan bercerita sekenanya".

Ia bau minyak tanah, dan tangisan kamarku terbakar.

Monday 5 November 2012

FCT day #21 : Paruh-Paruh


Namanya Paruh. Aku mencintainya lebih dari sekedar kekasih. Aku hapal apa kelakuannya sebelum tidur dengan fasih, kemudian paginya dia tidak pergi seperti kekasihku yang sebelum-sebelumnya. Dia masih tertidur di pelukanku. Dia bahkan selalu bersamaku.

Dia ringkih. Sedikit-sedikit merintih bergumam 'ngih ngih' kalau aku tak bisa memeluk dan menghangatkannya. Hanya kubisikkan baik-baik. Ibuku suka bilang kalau dia harus ditidurkan diatas jerami yang baru dijemur tadi siang. Agar hangat, agar tidak bunyi 'ngih-ngih'. Enak saja.

Ibu pikir, siapa Paruh? Aku mencintainya, namun dia bukan yang teristimewa. Biarkan saja dia bunyi 'ngih ngih' melagu sesukanya diantara sesak napasnya. Biarkan saja ia lobang-lobang semakin ringkih, agar aku tiada lagi cari napas buat dia lewat rongga hidungku.

Tapi, namanya saja Paruh-Paruh. Dia separuh dari aku. Seperti tulang rusuk dan tuannya, dia tuan dan aku tulang rusuk yang berkuasa karena tuannya suka diperkosa tanpa harus dipaksa.

Sunday 4 November 2012

FCT day #20 : Bianglala


Malam ini aku naik bianglala. Setelah kuceritakan kepadamu kalau lihat kota lewat puncak bianglala itu indah meski hanya sebentar. Kau menolaknya tanpa ada alasan mengapa. Aku tak heran. Memang ini sudah kurencanakan.

Bianglala yang kunaiki nomor 7. Bergerak perlahan, dan pelan-pelan mataku tak bisa berkedip. Hanya tak mau melewatkan barang setitik pun sudut kota dari atas sini. Kau tak ada, jadi kukirimkan sinyal dari atas bianglala.

*

Esoknya, kau menyatakan kalau kau siap naik bianglala bersamaku lewat balasan sinyal kemarin yang kukirimkan. Aku girang. Seribu baju kucoba untuk mempersiapkan pertemuanku denganmu. Kuambil gaun putih agar kau tak merintih.

Sebulan dua bulan aku tunggu kau di antrian pertama untuk beli tiket naik bianglala, namun kau tak kunjung datang. Sampai suatu ketika, hari ini, aku lupa kalau sedang menunggumu. Padahal tidak ada yang mengalihkan ingatanku. Ingatanku tentang kau saja, asal kau tahu. Aku naik dengan tiket emas. Mau putar terus, agar bisa lihat indahnya kota terus.

Sesampainya diatas, aku baru ingat kalau aku tidak memberi tahumu kapan dan dimana kita bertemu untuk naik bianglala ini. Pantas saja kau tak datang. Untung aku naik dengan tiket emas. Agar sewaktu-waktu nanti jika kau datang, kita bisa nikmati lampu kota bersama selamanya.

Sesampainya di puncak, bianglala berhenti, menaikkan penumpang baru. Itu kau. Naik dengan ke.. kekasihmu. Namun sayangnya, kekasihmu tak mau, karena takut dengan ketinggian. Dan aku tak tahu apa yang membuatmu meninggalkan kekasihmu dibawah, sedang kau naik bianglala pakai tiket emas.

Kita sama-sama naik bianglala yang sama. Aku diatas, kau di bawah. Aku di timur, kau di barat. Bianglala berputar selalu, kita tak pernah bertemu.

Saturday 3 November 2012

FCT day #19 : Kembalinya Hentakan


Ada yang tiba-tiba pergi. Berjalan jauh, merasa tidak layak lagi untuk bersanding dan menemaniku. Kutanyakan mengapa, yang ia malah memberikanku suguhan dengan siapa yang pantas ada bersamaku. Kuturuti, dan aku rasa dia benar.

Rupanya yang bertanya tak hanya aku saja. Semua kawan-kawanku bertanya mengapa, dan mereka sendiri yang jawab. Aku masih tidak mengerti. Jawab saja sekenamu, aku mengangguk sebisaku. Terus-terusan saja aku mencari kenapa. Aku masih tidak tahu.

*

Hari ini kutemukan lagi dia. Diselipkan diantara desakan-desakan kerumitan orang. Ah, tahu begitu aku kenakan gaun merah kesukaannya agar ia mau menoleh dan memelukku.

Kau sempat menolak kalau itu kau. Padahal aku tahu itu kau, yang baru saja merambat di ujung-ujung jantungku, ingin mengagetkannya agar terkejut. Ah, kau memang selalu bisa. Kau kembali, dan aku terhentak.

Aku bergoyang sekenanya. Kuundang kau untuk kusetubuhi bersama kekasihku yang lainnya. Kau tak keberatan, kan? Langsung saja masuh ke kamarku. Langsung saja masuk ke nada dering ponselku.

ps : Aku menemukan goyanganku lagi.

Friday 2 November 2012

FCT day #18 : Menikahimu


Menikah bukan sebuah jalan menyatukan dua insan manusia. Kulihat di kamus, nikah sendiri itu artinya adalah ikatan (akad) perkawinan yg dilakukan sesuai dng ketentuan hukum dan ajaran agama. Nah! Mana ada mereka sebut dua manusia? Mereka hanya sebut ikatan yang sesuai dengan agama. Ikatan. Masa bodoh agama mau menentukan apa dengan pernikahan itu sendiri, intinya nikah itu perkara ikatan. Tapi bukan ikatan di kedua jambulmu. Aku nyaris akan menikah karena lima indraku sudah dinikahi. 

Mataku sudah menikah dengan langit. Bersedia ada sampai seumur hidup untuk melayani dan dilayani. Keduanya saling pikat saat pertama kali bertemu. Tidak langsung jatuh cinta, namun keduanya menunjukkan ketertarikan satu sama lain. Mataku dan Langit tinggal menunggu anaknya.

Lidahku sudah menikah dengan kopi. Kususuri setiap kedai kopi, dan mampu membayarnya dengan mahal agar lidahku bisa menikmati kopi ternikmat yang mereka jual. Atau dalam keadaan miskin sekalipun, lidahku dapat bercumbu lewat kopi dapur berikut ampasnya.

Telingaku menikah dengan hentakan yang kata orang berada dalam kasta yang paling tinggi. Musik jazz. Kata mereka sih tidak pantas dengan kastaku. Padahal mereka tahu sendiri kalau musik mengaku tak punya kasta. Mereka tiada peduli siapa saja yang memintanya untuk menikah, mereka mau saja.

Hidungku menikah dengan bau tanah selepas hujan, tanpa harus membayar dengan gram emas. Hanya mau menunggu saja ketika hujan pergi hendak cari nafkah untuk anak-anak mereka kelak. Dan nanti, ia harus punya keyakinan bahwa hujan akan kembali kepangkuannya. Karna hujan akan kembali. Meski berbentuk badai sekalipun.

Ujung pori-pori jemari suka menari-nari di atas huruf-huruf di mesin ketik, memilah-milah huruf mana yang tepat. Dia sudah hapal. Tak ada yang melamar. Aku tak bisa ungkapkan banyak-banyak tentang ini. Mereka terlalu menikmati cara mereka bercinta. Namun sayang, mereka belum memiliki anak yang benar-benar normal. Anak mereka selalu prematur.

Kau mau menikah denganku? Aku iri dengan kelima indraku tak kunjung pergi dari tubuhku karena aku belum menikah. Aku sungkan.

Thursday 1 November 2012

FCT day #17 : Selamat Jatuh Cinta


Oktober kemarin ditutup dengan senja dan purnama yang nyaris sempurna. Masih dengan jatuh cinta yang sama. Masih dengan 'Tanda Seru dan Penolakan' yang selalu terasa sama. Masih dengan kau yang selalu sama saja dengan hari-hari sebelum Oktober. Masih dengan aku yang sok acuh dan angkuh.

Oktober kali ini berjalan terlalu cepat dari biasanya. Dimulai dengan perayaan kecil yang aromanya nyaris sama dengan wedang kesukaanmu, berlalu cepat dengan janji-janji tentang kecamuk yang sebelumnya tidak pernah ada, dan rasanya Oktober sendiri ingin lekas diakhiri dengan ciuman selamat malam yang tersandung di tengah jalan. Seperti melihat kalender dan merasakan September itu baru kemarin berakhir. Padahal Oktober pernah ada, Oktober pernah indah.

Pada fase Oktober akan menghilang, aku sedang telanjang. Melepas kau dengan sedikit menggelinjang. Agar pada bulan berikutnya kembali girang.

Namanya saja bulan jatuh cinta. Berbeda dengan hari kasih sayang dirayakan hanya pada tanggal 14 Februari yang biasanya memberikan coklat dan bunga kepada kekasih, bulan jatuh cinta dilaksanakan selama sebulan, dan kau bebas dengan siapapun yang akan kau jatuhi cinta. Tak perlu kau pikirkan bagaimana cinta itu akan kembali ke pelukanmu dari seseorang itu, karena untuk bulan ini saja, kau tak perlu memikirkan bagaimana jatuh dari jatuh cinta itu. Kau hanya bebas untuk jatuh cinta.

Ini kau sedang menjajaki hari pertamanya. Bulan Lovember. Bulan cinta, bulannya jatuh cinta. Namun bukan bulannya untuk jatuh karena cinta.

Selamat Jatuh Cinta. Semoga panjang umur, dan bahagia.