Tuesday 6 November 2012

FCT day #22 : Saksi Bisu


Tidak kuat dengan hal-hal yang mendobrakku dari luar telinga, kukalungkan tampar yang melilit ayunan di leherku. Tak lama kemudian, aku tercekik, seperti ada yang ingin membunuhku selain tampar, dan tahu-tahu saja sudah mati. 

Polisi datang menyelidiki. Aku terkikik. Sudah seminggu ini mereka tak temukan alasan mengapa aku mati. Seluruh kerabat dihubunginya. Mereka hanya mengerutkan kening, dan bertanya, "Dia mati?". Tak percaya, seolah-olah aku ini makhluk abadi yang tak bisa mati.

Sahabatku juga begitu. Dimintai keterangan, ia malah diam menunduk terang-terangan. Aku tartawa. Jelas, dia tidak tahu apa-apa mengenaiku. Berkenalan saja tidak pernah. Ia hanya mengaku sebagai sahabat, agar mau mencuri namaku yang sedikit hebat.

Malam ini aku coba masuk ke mimpi salah satu polisi. Kuperintahkan kepadanya untuk menyelidiki kamarku. Dia mengelak meremehkan. Itu terserah dia, namun aku pasang taruhan, kalau ia akan menemukan apa yang dia cari selama ini yang berkaitan tentang mayatku.

Esoknya, polisi yang itu datang ke kamarku. Matanya terbelalak. Rumahku banyak orang berpesta, sedang kamarku sendiri yang bertebaran tisu bekas menangis dan membuang ingus. Aku tergeletak segar di ranjangku.

Pelan-pelan, cermin-cermin bercerita. Kemudian peniti-peniti yang berserakan di bawah tempat tidurku. Debu-debu. Lemari. Pena. Semua. Semua bercerita, menangis dan membuang ingus dengan tisu. Polisi itu mendengarkan lekat-lekat. Air mukanya mengerti. Iya, ruang inilah hidupku. Terkunci. Namun, aku belum puas kalau sekedar polisi itu tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Polisi itu duduk di samping ranjangku, disamping mayatku. Ia melepas topinya. Ah, tampan. Menunduk sebentar, dan kulihat dia berdoa. Sedikit lama sampai aku nyaris tertidur. Aku tak peduli apa yang ia obrolkan dengan Tuhannya. Yang penting aku kaget ketika ia mencium bibirku dan berbisik, "Selamat tidur, aku mau menyusulmu. Maaf sudah membunuhmu. Tak ada yang tahu kalau saksimu hanya bisa manangis dan bercerita sekenanya".

Ia bau minyak tanah, dan tangisan kamarku terbakar.

No comments:

Post a Comment