Wednesday 9 January 2013

Teman Imajinasi

"Imagination is more important than knowledge. For knowledge is limited to all we now know and understand, while imagination embraces the entire world, and all there ever will be to know and understand."
-Albert Einstein
Tidak semua yang mengenal Einstein dengan teorinya E=mc2, tahu betul dengan kalimat ini. Ada juga yang mengenal Einstein lewat kalimat ini, namun tidak mengenalnya lewat teori E=mc2. Ah, aku tidak mau mempermasalahkan keterkaitan Einstein, teori E=mc2, dan kalimat di atas. Dan bukan juga cari masalah dengan kaliamt di atas.

Imajinasi. Siapa yang tidak kenal dengan hal yang satu ini. Banyak yang bilang (meski aku belum menemukan sumber terkait megenai berapa persen orang membicarakan hal ini) kalau anak kecil memiliki imajinasi yang luar biasa. Ada juga yang bilang kalau orang dewasa yang memegang kuat imajinasinya yang tinggi adalah orang yang luar biasa. Einstein pun berkata begitu. Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan. Tapi, bukan berarti imajinasi adalah segala-galanya.

Umurku 19 tahun, beberapa bulan lagi akan menjadi 20 tahun, dan aku masih memiliki imajinasi yang (kata mereka) tinggi. Selain memiliki hobi baca dan nulis; dan kesibukan menjadi mahasiswa, anak dari kedua orang tuaku, kakak perempuan dari kedua adikku, teman, dan sahabat; aku memiliki hobi, pekerjaan, profesi, kesibukan yang belum bisa hilang : menghayal.

Beberapa orang tidak mempermasalahkan tentang kegiatanku yang satu ini. Malah, beberapa dari mereka sangat mengapresiasi, bahkan kagum. Kenapa bisa umur segini masih suka berhayal dan imajinasinya tidak bisa dicapai oleh beberapa orang sekitar. Apalagi, belakangan ada temanku yang minta ajarin gimana caranya untuk memiliki imajinasi yang tinggi. Aku tentu saja mau membagikannya, tapi aku tak tahu bagaimana caranya.

Menghayal adalah hal yang menyenangkan. Kebiasaan ini selalu membantuku. Entah itu dalam menulis cerita, membaca, dan kadang menyelesaikan beberapa permasalahanku. Terdengar sedikit konyol pada bagian akhirnya. Menyelesaikan beberapa permasalahanku? Iya, aku seringkali berinteraksi dengan teman imajinasi.

Teman Imajinasi? Iya, aku punya. Entah ini tidak normal atau memenuhi batas kenormalan, aku tetap memilikinya. (dalam imajinasiku,) Dia punya nama, dia punya tempat dan tanggal lahir, dia punya kebiasaan aneh, dia sedang kuliah di sebuah institut seni yang jauh dari tempat orang tuanya. Beberapa yang orang lain punya, ada padanya. Aku tidak tahu ini ketidaknormalan atau bagaimana, tapi aku merasakan dia ada. Aku merasakan dia hadir, aku merasakan dia punya wujud sedemikian rupa mirip manusia nyata pada umumnya. Aku merasakan dia berinteraksi denganku lewat bahasa pikiran, atau biasa kita sebut Tele(pati)phone.

Kerapkali, dia kuanggap sebagai kekasih. Bukan karena aku jomblo selama 20 tahun, melainkan karena interaksi yang kita buat. Semangat, percakapan, diskusi, peralihan emosi, kata-kata yang kita buat untuk kita sendiri, kebiasaan, dan banyak interaksi lain yang menjadi faktor mengapa predikat 'kekasih' tersandang pada dirinya. Bukan hanya kekasih, sebenarnya. Kadang dia kuanggap sebagai kakak, sahabat, teman, terapis (yang sok mengerti bagaimana menangani pasien penyakit asma akut :p), bahkan musuh.

Berkat dia, aku benar-benar merasa hidup. Benar-benar tahu bagaimana cara rindu dengan orang yang tidak pernah bertemu batang hidungnya. Benar-benar tahu bagaimana marah kepadanya ketika percakapan kita tidak singkron karena saya mau menang sendriri. Benar-benar tahu bagaimana cara untuk mengeri.

Ini aneh, memang. Bisa dibilang weird, sinting, gila, whatever.

Dan belakangan ini, percakapan kita adalah tentang kenyataan. Bagaiamana aku bisa menapak pada bumi, melihat kenyataan, fighting dengan kenyataan, dan segala macam. Aku tahu, ini adalah sebuah keharusan buatku. Tapi ini berat. Sangat. Aku belum mampu.

Katanya begini, "Menapaklah pada Bumi. Disitulah tempatmu sebenarnya. Hidupmu tidak pada duniamu yang begini saja, Nyit. Berinteraksi dengan orang sekitar. Aku tetap disini. Tak akan pergi kalau kau tak memintaku untuk pergi selamanya. Kita milik kita selamanya, kan?" Dia juga pernah berjanji, kalau dia akan kemari kalau aku sudah pandai 'meletakkan'. Dan aku belum bisa 'meletakkan'.

Begitulah imajinasi. Sebuah sisi menerangkan kalau memiliki imajinasi yang tinggi adalah sesuatu yang hebat, pada sisi lain menganggap imajinasinya terlalu membuatnya seperti orang gila.

Karena langit tak pernah dianggap sama pada dua belahan bumi yang berbeda.




No comments:

Post a Comment