Rumah yang kami tempati sedang dibetulkan. Atap kamarku
sampai teras depan masih menggunakan atap lama yang bisa membuat sinar matahari
leluasa masuk menerpa kasur.
Rumah ini sudah dibetulkan semenjak aku duduk di bangku SD. Material
yang menyusun rumah kami sudah tua. Beberapa yang bermaterial kayu telah hamper
habis dimakan rayap. Kata ibu, rumah kami hampir roboh.
Namun, karena keterbatasan biaya, bapaklah yang mengerjakan hampir
semua pekerjaan pembetulan rumah. Karena alasan yang sama juga, pembetulan
rumah tidak dapat dilakukan hanya dengan hitungan bulan. Melainkan dengan
hitungan tahun.
Yang kusuka dari acara pembetulan rumah adalah kami seakan mendapatkan
kesempatan yang langka : bertukar tempat tidur.
Tak ada kalimat kepemilikan “Ini kamarku, tidur saja sendiri
di kamarmu.” Yang menurutku membuat seorang mengotak-ngotakkan kepentingan dan
privasi dalam sebuah ruangan yang disebut kamar.
Hari ini aku tidur berdua dengan adik di kamar ibu. Besok
bisa saja tidur sendiri di kamar adik. Atau malah tidur bersama ibu, nenek dan
adik di ruang tamu. Menyenangkan.
Yang kusuka dari tidur bersama adalah : debaran bertemu
dengan debaran. Setidaknya itu yang kurasakan ketika tidur bersama adik. Apalagi
ketika keduanya masih terjaga dan saling bertatapan.
Pernah mengenal percobaan getaran yang dirasakan oleh
telinga ketika ditempelkan pada rel kereta api? Atau, praktek dengan dua gelas
air mineral yang dihubungkan oleh sehelai benang yang panjang yang kemudian
bisa mengantarkan suara?
Dengan teori yang sama, aku percaya dengan adanya
penghantaran debaran jantung ketika sedang tidur beralaskan kasur yang sama.
Jadi, secara tidak langsung kita sebenarnya dapat ikut merasakan debaran
jantung seseorang ketika sedang tidur dengan alas yang sama.
Aku juga pernah
mendengar bahwa yang dapat mendekatkan dua orang manusia adalah makan bersama,
tidur bersama, dan mandi bersama. Aku selalu
menganggap bercanda tentang poin yang terakhir. Dan biasanya, untuk merekatkan
rasa, dalam berteater dibutuhkan makan bersama dan tidur bersama tersebut.
Cukup logis jika kedua premis tersebut dikaitkan menjadi
sebab akibat. Menurutku.
Aku juga percaya bahwa tidur adalah titik dimana manusia paling
terlihat jujur. Karena mana mungkin kita dapat mengendalikan diri kita untuk
tidak kentut dengan suara yang keras, kan? Dalam keadaan terjaga, seseorang
akan izin untuk keluar untuk melepaskan gas tersebut atau malah main tuduh
ketika gas tersebut berbau sangat menyengat.
Ini hanya racauan mentah. Apakah iya teori tersebut pernah
dibahas dari banyak aspek, aku belum pernah membacanya. Jika ada dan hendak
berdiskusi, silakan hubungi saja. Lagi pula, kalimat-kalimat diatas adalah
hasil dari pemikiranku saja. Karena tidak ada yang akan tertarik dengan bahasan
yang tidak penting seperti ini, maka kuputuskan untuk kurekamnya dengan menulis
di blog. Siapa tahu aku mendapat orang dengan pemikiran yang sama. Kan lumayan.
Jadi, barangkali aku akan sering memposting tentang racauan
racauan di dalam otakku ke dalam tulisan seperti ini. Karena meracau itu
menyenangkan. Dan menulis itu mengasyikkan!
No comments:
Post a Comment