Sunday 22 June 2014

Zetra

Zetra, anggap saja kita pernah berkenalan sebelumnya. Anggap saja kau adalah seorang kawan yang lama kukenal. Bukan sebuah karakter yang namanya kucomot dari internet, lalu kutambahkan beberapa karakter favoritku. Anggap saja kau adalah sebagian hidup yang ada begitu saja, tidak berarti apa-apa, apalagi begitu berharga.

*

Begini.

Aku mengagumimu semenjak mengenalmu dari sebuah percakapan tentang langit pada hari itu. Setelah nama dari masing-masing kita disebutkan, kau langsung saja mengenalkan padaku bagaimana ritme hidupmu.

“Dari dua puluh empat jam, aku hanya sempatkan pukul lima sampai pukul enam sore untuk berdiam diri dan tidak melakukan apa-apa. Selain pada pukul itu, semuanya harus tertata dengan sempurna.”

Hanya karena dalam hari-hari sebelumnya kita selalu bertemu di tempat yang sama. Seperti kita berkenalan lewat apa yang kita lakukan di tempat yang sama, sebelum akhirnya mengenalmu dalam sebuah nama. Zetra Kyanofaruq.

Kau tidak pernah tergesa untuk datang pada pukul lima, dan meninggalkan tempat pada pukul enam dengan tenang. Padahal sebetulnya kau tidak betul-betul untuk tidak melakukan apa-apa, kan? Pada satu jam itu, dalam perhatianku sebelum kita bertukar nama, kau selalu mengeluarkan buku gambar dan pensil. Lalu menggambar. Atau jika tidak, bola matamu berputar seolah sedang berpikir atau sedang mengingat sesuatu.

Setelah sebulan mengenalmu, baru saja kutahu bagaimana ritme hidupmu berlangsung. Tubuhmu seakan dirancang untuk tidak bisa berhenti. Ritme hidupmu cepat. Kau tidak mengenal kata terlambat. Semua hal yang berkaitan denganmu tidak boleh secara tergesa apalagi spontan. Semuanya harus tertata atas kendalimu. Kau perhatikan hal kecil. Kau rancang semua plan A hingga plan Z.

Tempat tinggalmu, contohnya. Kau pilih kost yang satu arah dengan fotokopi, tempat makan yang sehat, bengkel, warnet, dan minimarket. Sehingga kau dapat melakukan banyak pekerjaan dalam satu kali jalan. Di tempat kost, kau memilih kamar yang dekat dengan pagar kost agar tak begitu banyak waktu kau habiskan untuk berjalan dari kamar kost sampai pagar. Ah, kau bahkan memakai alasan enggan bercakap dan berinteraksi dengan tetangga kamar agar tak menyendat waktumu.

Teorimu : “Semakin banyak teman semakin dapat buatku terhambat.”

Kau robot macam apa?


Namun tetap saja aku mengagumi bagaimana kau hidup dengan ritme hidup yang cepat. Tidak ada toleransi pada satu detik. Bisa ajari aku untuk beberapa semester kedepan?

No comments:

Post a Comment