Thursday 7 June 2012

Koneksi


Masih sore sebenarnya. Dan lelah tidak punya cukup daya yang banyak untuk menumbangkan tubuhku agar tertidur di atas lahan lelap. Mata terjaga saja. Untungnya, tidak menagih untuk mendapat penyelamatan berupa selamat malam, cepat tidur, atau mimpi indah jatuh di ujung mata atau telinga.
Suara tukang nyenyak kubiarkan berlarian di ruang dengar. Bernyanyi sekenanya, menawarkan jasa pengantaran untuk bertolak dari alam nyata. Siapa yang tidak tertarik untuk menerimanya dengan kondisi seperti ini? Aku mengiyakan.
Ketika nyawaku sudah nyaris tidak ada di lahan lelap, suara gending Bali ikut berlari, dan nama yang sama seperti yang sering bercokol di daftar kotak masuk pesan berkedip di layar ponsel. Tidak girang. Tidak juga menolak untuk menjawab, karena putri tidur tak pernah menolak Pangeran menciumnya agar terbangun.
“Halo?” responku seketika, mencoba tidak terlihat seperti terbangun dari tidur. Tidak ada putri tidur yang menolak berdialog dengan Pangerannya setelah dibangunkan.
“Sedang apa?” tanyanya.
“Sedang akan tidur. Nyaris saja sampai.”
“Mengganggu ya? Maaf. Kunyanyikan nina bobo ya. Sebentar,” suaranya sedikit menjauh. Setelah diam sejenak, terdengar suara badan gitar yang beradu dengan lantai. Sedetik kemudian, petikan gitar terdengar lembut.
Tanpa permintaan pemberitahuan, refrain terdengar dari dua sumber suara bersamaan. Berlarian di ujung-ujung tempat ini, dan di ujung telinga. Putri tidur tak bisa tidur karena menunggu lagu selesai. Dan Pangeran tidak pernah benci dengan lagu yang ia mainkan.

No comments:

Post a Comment