Thursday 18 November 2010

Gadis Penghujan. silahkan berkomentar

Hujan. Dia tak pernah ragu untuk memberikan sebuah kebencian kepada Damar. Lelaki yang terkurung dalam rumahnya sendiri. Begitu juga hatinya. Baginya, mendekati wanita sama seperti mencelakai dirinya sendiri. Memperdekat waktu mautnya.

Di kamarnya, dia duduk di tepi jendela. Memandangi jalanan hujan yang terceermin dari hatinya. Sepi. Sesekali embun yang menghiasi kaca jendelanya, dihapusnya agar tak menghalangi pandangannya.

Di depannya, tersaji secangkir coklat panas yang sudah mulai mendingin dan belum tersentuh. Dia layaknya seseorang yang cemas menunggu kekasihnya, atau bisa juga seperti narapidana yang menunggu eksekusi.

“Den Damar, cokelat panasnya sudah mulai dingin. Saya ganti dengan yang baru, ya, Den?” ujar Nunik, pembantu rumahnya. Ia dengan sigap mengambil cangkir di sebelah laptop kesayangan Damar. Menggantinya dengan yang baru.

Tak berselang lama, Nunik kembali dengan nampan dan cangkir diatasnya. Pengganti cokelat panas yang dingin dengan cokelat panas yang masih mengepul asapnya.

Seberlalunya Nunik, Damar seakan ditampar. Seorang gadis melawati depan rumahnya ditemani payung pelanginya. Menatap lurus kedepan.

Ia tercengan. Tanpa ia kira, gadis itu berhenti. Menatap Damar sejenak, tersenyum kecil, kemudian kembali berjalan lurus. Damar tahu, pipi gadis itu merona.

Damar masih diam. Mengikuti detik demi detik gadis itu berlalu.mengingat detil pada setiap sudut di tubuhnya. Aura gadis itu menembus kebencian, kaca jendela, dan sesuatu yang tidak ia sadari. Aura gadis itu menyeruak di hatinya.

Setelah gadis itu berlalu, ia tersenyum nakal. Berhasil menyimpan detil gadis itu dalam memorinya. Coklat panas yang baru saja disajikan diseruputnya seteguk, lalu ia tenggelam dalam laptopnya. Tanpa harus ada yang menolong.


***


Esoknya, Damar tetap menghadapi minuman, tempat duduk, dan posisi yang sama. Diam. Menunggu gadis yang sama dalam hujan gerimis. Gadis kemarin sore.

Tetapi, sejak langit memuntahkan matahari dan menelannya kembali, ia tak menemukan gadis kemarin diantara hujanan itu. Ia hanya bertemu nihil.


***


Satu minggu kemudian, entah apa yang membuat matahari berpesta, dan langit enggan menurunkan hujannya. Damar membencinya. Membenci keraguan atas langit dan membenci dirinya sendiri karena telah merindukan gadis itu.

Ia masih menunggu rerintikan hujan turun dari langit, yang bisa menghadirkan gadis yang dirindukannya. Sepertinya, ia jatuh cinta.

Tapi kali ini Tuhan mengabulkan permintaannya. Rerintikan itu meramaikan hati Damar yang biru, lalu membasahi pilunya.

Gadis yang sama berjalan melewati depan rumah Damar dengan acuh. Tangan sebelah kirinya membawa payung untuk melindungi tubuhnya, dan tangan yang lainnya membawa sebuah tongkat panjang untuk meraba jalanan.

Damar tersentak. Sejak kapan gadis itu buta? Bukankah seminggu yang lalu gadis itu masih bisa menatap damar, dan menyadari keadannya?

Segera Damar menutup tirai jendelanya. Toh gadis itu juga tidak akan menyadari sikap Damar kali ini. Buktinya, ia masih berjalan lurus dengan tatapan matanya yang kosong.

Damar menopang dagunya dengan kedua tangannya. Menatap lauar laptopnya kosong. Hatinya berkecamuk. Menolak untuk kecewa pada gadis itu. Uantuk apa kecewa? Gadis itu tidak bersalah!!

Tidak! Gadis itu hanya kehilangan penglihatannya! Apa aku harus menghilangkan perasaan ini juga? Aku cuma syok! Ya, hanya syok. Aku hanya butuh waktu. Hatinya meyakinkan.

Ia segera mematikan laptopnya, meninggalkan mejanya. Membiarkan dirinya sendiri tenggelam tenang dipelukan selimut. Membiarkan cokelat panasnya mendingin.


***


Hari berlalu. Masa pancaroba itu beralih menjadi musim hujan. Walaupun setiap hari langit tidak menurunkan hujan derasnya, setidaknya Damar masih bisa tersenyum dan meneguk cokelat panasnya diiringi gerimis yang lagi-lagi bisa menghadirkan gadis penghujan itu.

Ia semakin yakin dengan perasaannya. Ia todak perduli dengan keadaan gadis itu. Hatinya memilihnya. Memilih gadis itu.

Satu minggu berlalu, cukup mempertebal tekad Damar untuk menyatakan perasaannya. Ia tak perduli dengan semua risiko yang akan ia terima. Setidaknya, ia berani mengungkapkan. Bukan mengrungnya seperti tubuhnya.

Tanpa menunggu lama, gadis itu tampak melawati jalur yang sama. Damar segera mengambil payungnya, berlari ke luar rumah, dan berdiri di depan pintu pagarnya. Menunggu gadis itu berhenti dihadapannya.

'tuk tuk tuk'tongkatnya meraba jalanan. Menjadi mata kedua bagi gadis itu. Tubuhnya semakin dekat dengan tubuh Damar. Jantung Damar semakin berdebar tak terarah. Ia berharap gadis itu tidak mendengarnya.

Gadis itu berhenti di hadapan Damar. Dia merasakan ada yang berbeda dari ketukan tongkatnya. Ternyata tongkatnya mengetuk-ngetuk kaki Damar. Dan Damar terperangah oleh wajah gadis itu. Sangat cantik.

“Maaf, saya mau lewat”, ujar gadis itu.

“Boleh ngobrol sebentar? Sedang tidak terburu – buru, kan?” pinta Damar. Gadis itu hanya tersenyum mengiyakan. Sepertinya ia tahu dengan siapa dia berhadapan.

Tanpa pikir panjangm Damar mengajak gadis itu masuk. Dia bukakan pintu pagarnya, mempersilahkan gadis itu masuk. Mereka melewati pekarangan rumah Damar. Gadis itu tersenyum menikmati aroma tanah yang tercipta dari pekarangan itu. Mereka akhirnya berhenti di teras rumah Damar dan mempersilahkannya duduk.

“Ehm ,aku selalu melihatmu melewati rumahku hanya ketika hujan turun. Mengapa begitu?” tanya Damar terbata.

“Aku mencintai hujan. Walaupun dia mengambil kedua orang tuaku bersamaan dengan penglihatanku beberapa minggu yang lalu”, ujar gadis itu tersenyum.

“Maaf. Aku tidak bermaksud untuk...” Damar merasa bersalah.

“Tidak apa-apa”, ujarnya sambil tersenyum lagi. “Hujan menjadi pengganti mataku. Aku mencari kawan ketika hujan. Aku Adel. Kau?” ujarnya sambil menjulurkan tangannya.

“Aku Damar”, ujar Damar membalas uluran tangan Adel.

Kesunyian menelan mereka. Satunya bingung bagaimana memulai untuk mengutarakan perasaannya. Dan yang lainnya, terlalu nyaman dengan keadaan yang sengaja dibuat untuknya.

“Adel”, Damar mencoba membunih kesunyiannya dengan keberaniannya.

“Ya?”

“Aku.. Aku jatuh cinta padamu. Aku ingin menjadi kawa hidupmu. Aku ingin menjadi matamu hingga nyawaku benar-benar kosong. Kau mau?”

“Aku buta, Damar. Apa kau mau?”

Damar berlutut di depan Adel. Menggenggam tangannya erat. Berharap Adel benar-benar mendengar hatinya.

“Apakah cinta begitu rumit? Aku hanya mencintaimu. Hatiku yang memilihmu. Bukan kelima indraku”.

Adel tersenyum. Dia berdiri, dan membawa Damar ke pekarangan rumahnya. Memastikan dugaan pertamanya.

“Apakah kau lelaki tempo hari yang duduk de jendela rumah ini sebelum aku kelihatan penglihatanku?”

“Iya”, Damar kaget. Ternyata Adel hafal letak rumahnya.

“Aku mau”, jawab adel sederhana. Membuat hati Damar melambung. Ternyata dugaan Adel benar.


***


Adelia,

Mungkin setelah kau membaca ini, aku sedang tenang di alam lain. Aku samasekali tidak ingin mengecewakanmu. Maaf, ternyata dugaanku salah. Aku mengira aku dapat sembuh dari penyakitku untukmu. Tuhan yang berkehendak.

Biarkan aku dapat melihat anak-anakmu ketika kau menatap Mereka.


Damar.


Adel diam. Dia tidak mengerti jiwanya berada dimana. Ia berdiri lalu berlari meninggalkan lamaran milik mereka yang seharusnya dimulai 4 jam yang lalu.

Sesampainya di jalanan yang dianggapnya sepi, dia menangis tanpa tujuan. Ia ingin berteriak memohon Tuhan untuk mengembalikan DamarNya. Tapi akan percuma. Adel tahu itu. Ia memilih diam. Membuat percakapan kecil dengan hujan.

“Hujan, aku mencintaimu! Mengapa kau mengambil mereka? Ayah, ibu, bahkan Damar! Damar yang kau beri!” tanyanya pada hujan. Ia masih berjalan lurus di tengah jalanan.

“Karna aku ingin mempertemukan kau dengan mereka”, jawab hujan melewati telinganya.

Pada waktu yang sama, sebuah mobil sport melaju kencang ke arah Adel tanpa ia sadari. Hujan menelan deru mesinnya. Adel baru saja sadar mobil itu berada disana ketika mobil itu menghatam keras tubuhnya dan terlempar.


End,

Surabaya, 17 11 2010

11:44pm

inspired by : Incident Obsession – Lady Rain

6 comments:

  1. kenapa sampe segitunya...saya bisa bantu tuk menghilangkan yang anda rasakan.jika anda berminat....silahkan kunjungi situs kami di www.hipnoterapis.com.silahkan di baca2 dulu....terima kasih....

    ReplyDelete
  2. yang sabar ya....aku ikut prihatin.....

    ReplyDelete
  3. baik. kalian gimana guys? ada perkembangan apa? di apotek saya viagra sudah jarang yang nyari. yang banyak levitra. yuuuuuk

    ReplyDelete