Tuesday 8 November 2011

Berkarya

Judul postingan kali ini terbaca agak-enggak-banget, ya?

Kadang, ada sebuah masa dimana aku sendiri stuck banget buat nulis. Entah karena di otak lagi nggak ada imajinasi tapi kata-kata menggunung dan menghasilkan ocehan-ocehan yang nggak tertata, atau pas ada imajinasi, kata-kata nggak ada, atau yang lebih parah lagi, dua-duanya nggak ada. Nggak ada imajinasi, nggak ada kata-kata yang tertata dan tercipta. Hhh.. enggak banget. Kalo gini, aku bilang STFUCK. Aku tulis gede-gede di buku. Dan hasilnya? Banting cover buku, atau kalo lagi ngadep laptop, aku main solitaire.

Aneh? Iya lah. Bete apalagi.

Dan ketika ngejar dead line (selama ini tulisanku nggak ada deadline. Oke, anggap aja ada.), yang kulakukan adalah maksa otak buat mikir, nyiptain kata-kata.. dan taraaaa.. GAGAL.

Kalo kata orang, "inspirasi itu dicari, mood itu bisa dibikin" Setuju. Sangat setuju. Biasanya, aku manggil inspirasi dan mood itu 'Nyawa'. Eh, ini bukan nyawa-nya manusia, loh. Ketika aku butuh 'nyawa', yang aku lakukan adalah memenggal kepala orang, memindahkan ruhnya ke botol, kemudian pada jam tertentu, botol tersebut diencerkan dengan pelarut ruh, dan diminum. Er, barusan bisa dijadikan IDE!!

Nyawa yang dimaksud biasanya adalah.. dengan ngasih 'seneng' buat hati. Entah itu lihat langit, entah itu melihat gerimis membasahi kaca, merasakan hujan menggelitik puncak kepala ketika tubuh seutuhnya sedang dinaungi oleh payung, atau bahkan membuat percakapan tidak langsung dengan dia, melihat dia ketawa, senyum kepada mataku... Yak, jangan menye.

Kalo sudah begini, tinggal ditambahin angin (masuk angin), mood dan inspirasi langsung memanas! Bisa-bisa nulis nggak ada berhentinya. Dan hasilnya? Tada.. sedikit memuaskan.

Aku seneng kalo beberapa temen-temen bilang kalo aku ada bakat nulis. Seneng banget malah. Artinya, mereka selalu mengapresiasi karya-karyaku, atau bahkan hanya dari caraku berbicara, mereka tahu. Keinget deh tanggapan salah satu temen kalo dengerin kalimat-kalimat yang terlontar di bibir dan terdengar ngelantur. Apa? Cukup aku, dia, beberapa orang, dan semesta yang tahu. Yang penting, itu salah satu alasan yang bikin semangat nulis.

Dan..

Berkarya itu sebuah proses mencipta dan menghargai

Quotes yang ditemukan beberapa hari yang lalu. Dan di mantapkan ketika sedang melihat/menikmati pertunjukan Teater Tiyang Alit (UKM Teater ITS). Disitu, aku jadi penerima tamu dan ikut bantu-bantu sedikit. Rasanya bagaimana, Jun? Kalau ditanya ini, jangan suruh aku untuk mendiskripsikannya. Karena cukup aku, mereka, semesta, dan Tuhan yang tahu. Kalau ingin tahu bagaimana rasanya, silakan masuk teater. Dijamin betah! Tergantung dari kadar kebetahannya sih. Kalo buat aku, yang kalo betah bisa nggak ketulungan sampe kapan disana, dan kalo nggak beteh langsung ngomong, 'AKU NGGAK BETAH!!', bisa dilihat, kan?

Balik ke pementasan. Yang bikin aku berdecak adalah tamunya! Memang, tamunya bukan Sudjiwo Tedjo, Butet Kertarajasa, atau Djaduk Ferianto. Tapi, salah satu tamunya yang bikin aku kagum itu berasal dari Teater dari UniBraw (Universitas Brawijaya)! Aku lupa apa nama teaternya. Tapi.. MEN!! Sangar, kan? Hujan-hujan, jauh-jauh. Bisa kebayang nggak? Kebayang mereka datang jauh-jauh untuk memenuhi undangan dan mengapresiasi karya saudaranya.

Dan, ketika ngelihat keakraban mereka satu sama lain, sama tamu-tamu lain, ada atmosfer baru yang aku rasakan. Apa itu? Keluarga baru. Apa lagi pas makan tumpeng bareng-bareng. Un.. apa yah? Tidak bisa didiskripsikan, kecuali kalian menikmatinya sendiri.

Cerita diatas memang singkat. Singkat banget. Tapi, kalo kita coba tarik stabilo, dijamin nggak ada yang di stabilo. Kenapa? Karena yang diatas cuma cerita yang menghantarkan kalian ke kesimpulan. Jadi, kesimpulannya? Kesimpulannya ada pada quotes di atasnya. Berkarya adalah proses mencipta dan menghargai.

Percuma saja punya karya banyak, seabrek, dan bagus-bagus, tapi dia nggak pernah mengapresiasi karya teman sebelahnya yang sehobi. Dan percuma saja dia terus menikmati, selalu dan selalu, tapi dirinya sendiri tidak pernah mencoba untuk membuat karyanya sendiri, karena kita tidak akan tahu sebelum kita mencoba.

Kalo aku sih, jujur, masih ada di golongan pertama. Tulisan nggak karuan, keteteran jumlahnya, tapi masih bungkam sama karya orang lain. Alesannya sih males baca. Padahal, alesannya adalah takut saingan. Dan, itu bukan yang dicari ketika kita berkarya, kan?

Aku yakin, seniman-seniman luar biasa akan menyebut karya seorang anak ingusan itu dengan nada yang luar biasa berlebihan ketika karya seorang anak ingusan itu memang benar-benar luar biasa. Dan, seniman-seniman luar biasa itu akan mengkritik sejadi-jadinya kepada anak ingusan yang mau mendengar celaan apapun dari hasil karyanya. Sportifitas. Belajar.

Positifnya, aku ini masih anak ingusan. Aku ini masih dalam proses belajar. Belajar buat nulis yang berdeadline, karena penulis yang nggak punya deadline adalah penulis yang nggak disiplin. Belajar buat ngonsep-ngonsep gagasan-gagasan dan ide-ide yang lebih luar biasa, karena penulis yang nggak punya konsep adalah penulis yang buta (disadur dari salah satu bacaan. Kembali, aku lupa namanya). Belajar untuk meghargai karya orang lain.

Belajar untuk lebih baik dari hari kemarin, tetapi jangan mencoba belajar jadi orang lain.


**

Rahmadana Junita. Surabaya, 8 Lovember 2011 4:10 am
Galau kalkulus. Tinggal tunggu beberapa jam lagi UTS.
Bocoran : awalnya, postingan ini mau ngegalau tentang nulis. Eh, malah berkicau.
Semoga bermanfaat.
Dan.. Selamat pagi, penikmat pagi. Selamat tidur, kalongman. Nyah!

No comments:

Post a Comment