Saturday 1 October 2011

Semesta

Semesta yang terjaga. Jangan dirimu.
Rindu tak pernah mengiyakan pintaku. Kau. Kepada sebuah garis yang dihubungkan diantara sela-sela jemari reruntuhan kalimat. Tidak menikmati batasan dan menyembunyikan prasangka liar.
Detakan waktu menampar setiap kepingan-kepingan kedahsyatan gemintang. Itu langit kita. Bagaimana kita menatap, menghitung lemparan cahaya dari gemintang, menggarisi rasi, atau memintanya tetap ada untuk kita permainkan.
Kau mendengar itu? Kau mendengar bagaimana ombak meledak dalam lapisan yang menaungi jiwaku? Menggelenglah, karena aku tahu itu kau. Biarkan dia saja yang berdebar, dia saja yang merasa, dan dia saja yang mengutuki senyum. Kau bisa saja menarik tali penghantar ruh. Kau bisa saja mengetuk lapisannya. Tapi, ingatlah, telingamu tak berkuasa.
Hujan tetap bergemerincing ria menjatuhkan air dari gumulan-gumulan kapas redup, menjatuhkan kenangan yang jelas-jelas tidak hidup. Atau daun mengikuti kemana angin meniupnya, mengokohkan sisanya. Atau bahkan petir yang menggores langit bisa mengerti kehendak pada gejolak mereka sendiri. Tapi tidak satupun dari mereka tahu. Aku juga.
Aku tahu tintamu. Aku tahu goresanmu. Aku tahu sudut yang tercipta. Aku tahu kertas kosong yang kau bubuhi titik-titik itu. Aku tahu garismu. Aku tahu pelangimu. Aku tahu warna pelangimu sendiri. Aku tahu langit yang kau arsir. Aku tahu tanah yang kau tumbuk dengan napasmu. Aku tahu. Aku tahu itu hebat.
Semesta membutuhkanmu. Aku tahu. Semesta tidak beristirahat. Aku tahu. Semesta menaungimu, dan kau hidup untuk semesta. Aku tidak mengerti.
Bagaimana benar, bagaimana salah, semesta tetap semesta. Besar, melindungi napasmu, menjaga nadimu, menggores senyummu, menata kenikmatanmu, merencanakan kedipan matamu, mengarahkan gerakmu, bahkan mendalangi fragmen partikel yang menyelubungi kita. Semesta ada. Kau juga. Aku yakin.
Tanpa semesta, kau tak ada, aku tak ada. Kau tak perlu menyanyikan nina bobo untuk menidurkannya agar mau menemanimu. Karena makhluk lain hidup dalam semesta. Kita milik semesta, kau milikku.
Kau, beristirahatlah. Tidur dalam sulaman benang yang terenda rapi mengelilingi batas. Kecup atmosfer yang mengizinkanmu berlindung di dalamnya. Berikan senyum kepadaku sebagai janji aku akan menjumpai senyum itu esok. Selamat tidur.

Rahmadana Junita. Surabaya, 1 Oktober 2011. 00:00. Selamat datang Oktober. Er, Yourtober.

2 comments: