Thursday 8 September 2011

Satu Menit dan Sekarang

Baru saja semenit yang lalu ia berbicara bagaimana dunia nanti ada di genggaman tangannya. Lima puluh detik yang lalu ia menghela napasnya, kemudian meringis. Empat puluh detik yang lalu ia menyambar minumanku yang belum aku sentuh sama sekali dan dihabiskan tak tersisa. Tiga puluh detik yang lalu ia menumbukkan pandangannya kepada mataku, dan aku menemukan rona pipinya yang kian memancar. Dua puluh detik yang lalu ia meletekkan kepalanya di pundakku perlahan. Sepuluh detik yang lalu aku baru berbicara, dan aku dihampiri oleh hembusan napasnya yang terdengar di ujung telingaku.

Aku tersenyum kecil. Sekarang aku menikmati bagaimana tak hanya kepalanya yang bersandar di pundakku. Aku tahu sebagian tubuhnya itu hanya sebuah perwakilan dari semuanya. Sekarang aku melihat wajahnya yang diam, menyembunyikan kata-kata yang tak terhingga. Sekarang aku merasakan bagaimana tidak hanya napasnya saja yang menyelingi sela-sela udara yang aku hirup, tetapi juga segala sesuatu tentangnya. Sekarang aku tahu melewati umpatan-umpatan kecil di pesan yang ia kirimkan, ia tidak pernah meninggalkanku tentang apapun yang menyerbunya.

Sekarang.. atau entah sampai kapan nanti aku mencintainya. Tidak dengan waktu. Tidak dengan kata-kata. Tidak dengan tawa. Tidak dengan segalanya. Dengan apa? Entahlah, aku juga tak tahu. Cukup merasakannya berada disini, dan ia mengetahui aku ada, rasa itu tetap sama. Dan aku tahu, ia selalu begitu.

--

Rahmadana Junita
Surabaya, 8 September 2011

1 comment: