Sunday 19 June 2011

Cemburu

Dengan berbagai nafas, kau mendesah dengan caramu. Aku tahu.
Aku tahu dengan berbagai cara bahwa kau membenciku. Ah, tidak. Kau tak pernah membenciku. Aku tahu itu. Kau menjaga perasaanku. Hanya saja kau membenci segala cara agar aku bisa dekat denganmu.
Aku mengenalmu lama. Sejak hujan belum memberikan gemelitiknya di punuk bukit. Sejak mereka belum mengenalmu sebagai manusia datar. Dan aku sudah mulai mengenalmu ketika kau memberikan tanda-tanda akan ada kecemburuanku padamu. Tidak, aku tahu itu akan terjadi. Tapi rasanya ada keyakinan yang membuat ketakutanku pada kecemburuan itu perlahan akan menghilang partikel demi partikel. Aku menuruti kemauan dari keyakinanku sendiri. Bukankah bangga memiliki manusia yang sepertimu?
Aku tahu bagaimana kau. Aku tahu bagaimana caramu berbicara kepadaku, dan aku selalu menirukannya, kemudian tertawa. Aku tahu bagaimana kau tetap kukuh memegang tombak pendapatmu. Aku tahu bagaimana kau menceritakan kecintaanmu, tetapi tak pernah ada aku di dalamnya. Aku tahu bagaimana kau memutuskan asamu yang sedang berada di bawah, dan kau memaksaku untuk menghiburmu, kemudian tak ada lagi kalimat-kalimat selanjutnya. Pedih memang setelah tahu bahwa aku bukan satu-satunya yang tahu bagaimana gestur bajumu bergerak. Tapi aku yakin, aku dan kau masih dalam bendungan 'kita'.
Aku tahu, kelima indramu masih berfungsi dengan benar. Tapi aku yang selalu menjadi indra keduamu. Kau ingat itu? Kau ingat bagaimana kau memaksaku mencicipi rasa sayuran yang sama sekali tidak aku sukai? Atau ketika kau mengusulkanku untuk melihat bulan malam ini. Bahkan ketika kau menemukan benda yang menarik perhatianmu, kau selalu memberiku kesempatan untuk menyentuhnya, merasakan sensasi yang sama seperti apa yang kau rasakan. Ya, kau selalu menanyakan apakah bau parfummu hari ini berlebihan atau tidak. Dan yang paling menyenangkan adalah ketika kau berbicara, dan aku mendengarmu bagaimanapun kau menghentikan kalimat-kalimatku. Aku terlanjur menikmatinya. Setidaknya, itu membuat aku bisa dekat denganmu. Membuat sebuah waktu milik kita.
Detik masih bergerak enam derajad selama enam puluh kali, membentuk satuan bernama menit. Terus seperti itu. Kau memperlakukan aku dengan cara yang sama. Dan aku tetap berdiri dari segala keyakinan yang sudah menyerah. Dan aku masih mencari alasan dan merayu untuk membuat keyakinan itu tetap hidup. Berdiri kokoh disini. Tetap seperti ini saja.
Tapi sayang, angin meniup setiap bagian jiwanya. Dia menemukan sesuatu! Dan apa? Aku tak lagi menjadi indra keduanya. Tak lagi berpedapat bagaimana rasanya daun mahoni yang gugur di depan matanya. Dia pernah berkata, dia menemukan hidupnya!
Ya, aku tahu. Kau sering menyangkal ajakanku ketika aku tidak membawa botol kenangan. Dan segala cercaan kebosananmu terhadap emosi yang tersenggol. Apa pedulinya? Kau sering memperlakukanku seperti itu, kan?
Dan.. sekarang apa lagi? Manusia-manusia baru itu menyanyi bahwa mereka mengerti bagaimana kau menghitungi helai-helai rambutmu?
Sayang, aku cemburu.

Surabaya, 19 Juni 2011

1 comment:

  1. Allaaaah, unyu lagi untuk ke sekian kalinyaaa.
    Love your post mbak :*
    *ada bagian yang tak copas boleh yeeey :D

    ReplyDelete