Zetra, anggap saja kita pernah berkenalan sebelumnya. Anggap
saja kau adalah seorang kawan yang lama kukenal. Bukan sebuah karakter yang
namanya kucomot dari internet, lalu kutambahkan beberapa karakter favoritku.
Anggap saja kau adalah sebagian hidup yang ada begitu saja, tidak berarti apa-apa,
apalagi begitu berharga.
*
Begini.
Aku mengagumimu semenjak mengenalmu dari sebuah percakapan
tentang langit pada hari itu. Setelah nama dari masing-masing kita disebutkan,
kau langsung saja mengenalkan padaku bagaimana ritme hidupmu.
“Dari dua puluh empat jam, aku hanya sempatkan pukul lima
sampai pukul enam sore untuk berdiam diri dan tidak melakukan apa-apa. Selain
pada pukul itu, semuanya harus tertata dengan sempurna.”
Hanya karena dalam hari-hari sebelumnya kita selalu bertemu
di tempat yang sama. Seperti kita berkenalan lewat apa yang kita lakukan di
tempat yang sama, sebelum akhirnya mengenalmu dalam sebuah nama. Zetra
Kyanofaruq.
Kau tidak pernah tergesa untuk datang pada pukul lima, dan
meninggalkan tempat pada pukul enam dengan tenang. Padahal sebetulnya kau tidak
betul-betul untuk tidak melakukan apa-apa, kan? Pada satu jam itu, dalam
perhatianku sebelum kita bertukar nama, kau selalu mengeluarkan buku gambar dan
pensil. Lalu menggambar. Atau jika tidak, bola matamu berputar seolah sedang
berpikir atau sedang mengingat sesuatu.
Setelah sebulan mengenalmu, baru saja kutahu bagaimana ritme
hidupmu berlangsung. Tubuhmu seakan dirancang untuk tidak bisa berhenti. Ritme hidupmu
cepat. Kau tidak mengenal kata terlambat. Semua hal yang berkaitan denganmu
tidak boleh secara tergesa apalagi spontan. Semuanya harus tertata atas
kendalimu. Kau perhatikan hal kecil. Kau rancang semua plan A hingga plan Z.
Tempat tinggalmu, contohnya. Kau pilih kost yang satu arah
dengan fotokopi, tempat makan yang sehat, bengkel, warnet, dan minimarket. Sehingga
kau dapat melakukan banyak pekerjaan dalam satu kali jalan. Di tempat kost, kau
memilih kamar yang dekat dengan pagar kost agar tak begitu banyak waktu kau
habiskan untuk berjalan dari kamar kost sampai pagar. Ah, kau bahkan memakai
alasan enggan bercakap dan berinteraksi dengan tetangga kamar agar tak
menyendat waktumu.
Teorimu : “Semakin banyak teman semakin dapat buatku
terhambat.”
Kau robot macam apa?
Namun tetap saja aku mengagumi bagaimana kau hidup dengan
ritme hidup yang cepat. Tidak ada toleransi pada satu detik. Bisa ajari aku
untuk beberapa semester kedepan?